Panggilan Sang Penjaga Laut Selatan: Jejak Terakhir di Laut Selatan

Panggilan Sang Penjaga Laut Selatan: Jejak Terakhir di Laut Selatan

Bayang di Cakrawala

Matahari pagi menyapa Pantai Yogyakarta, tapi laut tetap gelisah. Arga berdiri di tepi air, Tombak Karang di tangan, cahayanya biru lembut. Lila memegang Cermin Ombak dan Mahkota Pasang, matanya tertuju pada kapal kecil di cakrawala. Kerang di saku Arga berdenyut pelan, seperti bisikan terakhir. “Itu Darmo,” gumam Arga.

Lila menatapnya. “Kita harus kejar dia,” katanya, suaranya tegas meski wajahnya lelah. Arga mengangguk. “Dan ayahku… aku tahu dia di sana.” Cermin di tangan Lila bercahaya samar, tunjukkan bayang samar—sosok pria, terikat di dunia gaib. “Kita akan temukan dia,” ujar Lila.

Mbok Sari mendekat, wajahnya penuh harap. “Laut tenang karena kalian,” katanya. “Tapi, ini belum selesai, ya?” Arga menunduk. “Belum, Mbok.” Ibu Arga peluk mereka. “Hati-hati,” katanya, suaranya gemetar. Arga dan Lila berjanji kembali, lalu menuju dermaga. Perahu kecil menanti, siap bawa mereka ke Laut Selatan.


Pengejaran di Laut

Kapal yang Menghilang

Arga dan Lila dayung cepat, laut bergoyang di bawah. Kerang bercahaya, pandu mereka ke kapal Darmo. Tapi, kapal itu lenyap ke kabut tebal. “Mana dia?” tanya Lila, cemas. Arga pegang tombak. “Dia tak jauh.” Cermin bercahaya lagi, tunjukkan kapal di pulau kecil, dikelilingi karang tajam. “Di sana,” kata Arga.

Mereka mendekati pulau. Angin bawa bau busuk—sisa kutukan. Karang di tepi pulau penuh ukiran aneh, seperti wajah siluman. Lila mengerutkan kening. “Tempat ini salah,” bisiknya. Arga rasakan kerang panas. Suara Nyi Roro Kidul bergema. “Kalian di ujung jalan. Hati-hati.” Mereka ikat perahu, lalu masuk pulau.

Jalan setapak bawa mereka ke gua besar. Cahaya merah samar keluar dari dalam—artefak Darmo. “Dia di sana,” kata Arga. Lila pegang cermin erat. “Dan mungkin ayahmu.” Mereka melangkah masuk, tombak dan mahkota siap. Tapi, bayang kecil bergerak di dinding gua. “Kita tak sendiri,” bisik Lila.

Jebakan di Gua

Gua itu luas, dindingnya basah dan penuh lumut. Di tengah, Darmo berdiri, artefak merah di tangan. Di belakangnya, sosok pria terikat rantai karang—ayah Arga. “Kau datang, anak muda,” kata Darmo, tersenyum licik. “Serahkan artefak, atau dia mati.” Arga gemetar. “Ayah…” gumamnya.

Lila tarik lengan Arga. “Jangan dengar dia,” bisiknya. Tapi, Arga melangkah maju. “Lepaskan dia!” teriaknya. Darmo tertawa. “Kau lemah.” Ia angkat artefak merah. Bayang siluman muncul—mata kuning, cakar tajam. Arga ayun tombak, cahaya biru potong mereka. Lila arahkan cermin, tolak yang lain. Tapi, Darmo lempar rantai gaib, ikat Arga.

“Aku takkan kalah!” teriak Arga. Lila letakkan mahkota di cermin. Cahaya emas dan hijau bersatu, putuskan rantai. Arga lompat, rebut artefak merah dari Darmo. Cahaya tombak bentur artefak, hancurkan itu. Darmo meraung, jatuh berlutut. “Kalian takkan hentikan kutukan!” katanya.


Reuni dan Pengorbanan

Ayah yang Hilang

Arga lari ke ayahnya, potong rantai dengan tombak. “Ayah, ini aku,” katanya, suaranya pecah. Pria itu membuka mata, wajahnya penuh luka. “Arga…” gumamnya. Lila menjaga pintu gua, cermin masih bercahaya. “Kita harus pergi!” katanya. Tapi, gua bergoyang. Karang mulai runtuh.

Ayah Arga berdiri goyah. “Aku penjaga, seperti kau,” katanya. “Tapi, aku gagal. Kutukan ini… harus diakhiri.” Ia ambil kerang dari saku Arga. “Ini kuncinya.” Arga protes. “Tidak! Kita pulang bersama!” Tapi, ayahnya tersenyum. “Laut butuh kau, bukan aku.” Ia letakkan kerang di cermin. Cahaya membutakan meledak.

Gua berhenti goyang. Darmo lenyap ke bayang. Ayah Arga memudar, tersenyum. “Jaga ibumu,” katanya, lalu hilang. Arga jatuh berlutut, air mata jatuh. Lila peluk dia. “Dia menyelamatkan kita,” katanya lembut. Cermin, tombak, dan mahkota bercahaya, seolah setuju.

Kemunculan Ratu

Nyi Roro Kidul muncul di gua, jubahnya hijau berkibar. “Kalian akhiri kutukan,” katanya. “Tapi, laut masih rawan.” Arga menatapnya. “Ayahku… kenapa dia?” Ratu menatap laut. “Ia pilih tugasnya. Seperti kau.” Lila angkat cermin. “Darmo masih di luar sana,” katanya. Ratu angguk. “Dan pengkhianat lain menanti.”

Ratu angkat tangan. Cahaya bawa Arga dan Lila kembali ke pantai. Artefak masih di tangan mereka. Laut Selatan jernih, ikan kembali berenang. Tapi, Arga tahu ini bukan akhir. “Kita harus siap,” katanya. Lila mengangguk. “Bersama.”


Desa yang Bangkit

Harapan Baru

Desa Pantai Yogyakarta hidup lagi. Warga bangun rumah, tertawa di dermaga. Mbok Sari peluk Arga dan Lila. “Kalian bawa laut kembali,” katanya. Ibu Arga menangis, dengar cerita ayah Arga. “Dia bangga padamu,” katanya. Arga tersenyum, tapi hatinya berat.

Malam itu, Arga dan Lila duduk di pantai. Cermin tunjukkan laut—tenang, tapi bayang kecil bergerak di cakrawala. “Darmo?” tanya Lila. Arga pegang tombak. “Atau sesuatu lain.” Kerang berdenyut pelan, seperti panggilan baru. “Kita takkan berhenti,” katanya. Lila tersenyum. “Takkan pernah.”

Tiba-tiba, angin bawa bisik. Suara samar, bukan Sari, bukan ratu. “Kalian baru mulai,” katanya. Arga menatap laut, jantungnya berdegup.


Kembali ke Episode 9 | Lanjut ke Episode 11
BERSAMBUNG…
Apa ancaman baru yang menanti Arga dan Lila di Laut Selatan? Bisakah mereka jaga warisan Nyi Roro Kidul dan lindungi desa? Ikuti kelanjutan petualangan epik!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top