Kebenaran yang Dibagi
Matahari pagi menyengat di Pantai Yogyakarta. Arga duduk di pasir, basah kuyup. Kerang di tangannya redup, tapi berat di hati. Lila berdiri di depannya, tangan di pinggang. “Kamu bilang mau cerita, Arga. Sekarang,” desaknya. Wajahnya cemas, tapi matanya tegas. Arga menunduk. Ia tahu tak bisa lari lagi.
“Aku ke dunia lain semalam,” katanya pelan. Lila mengerutkan kening. “Dunia lain?” tanyanya. Arga ceritakan semua: kerang, mimpi Nyi Roro Kidul, gerbang gaib, dan Sari. Ia ceritakan misi artefak. Cermin Ombak, yang pertama, ada di gua pantai. Lila dengar diam-diam. Wajahnya campur takut dan kagum.
“Kamu gila, Arga,” katanya akhirnya. “Tapi, aku percaya kamu.” Ia duduk di sisinya. “Kalau Nyi Roro Kidul pilih kamu, aku tak biarkan kamu sendiri.” Arga menatapnya. “Ini berbahaya, Lila,” ujarnya. Lila tersenyum kecil. “Aku tahu. Makanya aku ikut.” Arga ingin protes, tapi ia tahu Lila keras kepala.
Desa masih sepi. Warga tak tahu Arga hilang semalam. Tapi, firasat buruk ada. Laut kelihatan tenang, tapi udara tebal. Arga pegang kerang. “Kita harus ke gua sekarang,” katanya. Lila angguk. Mereka berjalan menuju tebing di ujung pantai.
Perjalanan ke Gua
Jalan Berbatu
Tebing di Pantai Yogyakarta penuh karang tajam. Angin laut bawa bau garam. Arga pimpin jalan, kerang di saku. Lila ikut di belakang, bawa senter kecil. “Gua itu tempat terlarang, kan?” tanyanya. Arga angguk. “Tetua bilang ada roh di sana,” jawabnya. Lila terkekeh. “Roh? Setelah ceritamu, aku tak kaget lagi.”
Jalanan sempit. Batu licin buat mereka hati-hati. Arga ingat kata Sari: “Cermin Ombak di gua pantai.” Tapi, ia tak tahu apa itu. Cermin biasa? Atau sesuatu gaib? Kerang berdenyut pelan, seperti pandu dia. “Kamu yakin tahu jalannya?” tanya Lila. Arga tak jawab. Ia hanya ikut firasat.
Bayang di Ujung Jalan
Mereka sampai di mulut gua. Lubangnya gelap, bau lumut menyengat. Lila nyalakan senter. Cahayanya goyang di dinding basah. “Ini creepy,” gumamnya. Arga pegang kerang. Cahaya hijau samar muncul. “Ikut aku,” katanya. Mereka masuk. Langkah mereka bergema. Air menetes dari atap.
Tiba-tiba, angin dingin bertiup. Senter Lila redup. “Apa itu?” bisiknya. Arga lihat bayang bergerak di dinding. Bukan bayang mereka. Kerang panas di tangannya. “Tetap dekat,” katanya. Lila pegang lengannya. Jantung mereka berdegup kencang.
Rahasia di Dalam Gua
Ujian Gaib
Gua makin dalam. Lorong bercabang. Arga pilih kiri, ikut cahaya kerang. Mereka masuk ruangan luas. Dindingnya penuh ukiran: ombak, ikan, sosok berjubah hijau. “Nyi Roro Kidul,” gumam Lila. Di tengah ruangan, kolam kecil bersinar. Cermin bulat, bingkai karang, mengambang di atas air. Cermin Ombak.
Arga dekati. Tapi, langkahnya terhenti. Suara tawa pelan bergema. Bayang hitam muncul dari kolam. Sosok itu tak jelas—setengah manusia, setengah asap. “Kau ingin cermin?” tanyanya. Suaranya serak. “Buktikan kau layak.” Lila mundur. “Arga, apa itu?” bisiknya. Arga tak jawab. Kerang bercahaya terang.
Bayang itu berubah. Wajahnya jadi wajah Arga kecil, menangis. “Ayah! Jangan pergi!” teriak bayang itu. Arga tersentak. Ia ingat malam ayahnya hilang. Rasa sakit lama muncul. “Ini bukan nyata,” katanya pada diri sendiri. Tapi, bayang itu tertawa. “Kau tak bisa selamatkan dia. Kau takkan selamatkan laut.”
Pertarungan Batin
Arga gemetar. Lila pegang bahunya. “Arga, dengar aku. Itu cuma tipuan,” ujarnya. Suara Lila tarik dia kembali. Ia pegang kerang. “Aku tak takut,” katanya, meski suaranya goyah. Cahaya hijau kerang membutakan. Bayang itu meraung. “Kau akan gagal!” teriaknya, lalu lenyap. Cermin Ombak jatuh ke tangan Arga.
Arga dan Lila terengah. Cermin itu dingin, tapi berat. Gambar di dalamnya bergerak, tunjukkan laut jernih. “Kita dapatkan,” kata Lila, tersenyum. Tapi, Arga tak tenang. Ia lihat bayang ayahnya di cermin, samar. “Dia hidup, Lila,” gumamnya. Lila menatapnya. “Kita akan cari tahu. Bersama.”
Ancaman di Desa
Kegelisahan Baru
Mereka keluar gua saat senja. Langit jingga, tapi desa tak sama. Asap tipis naik dari dermaga. Arga dan Lila berlari. Warga berkumpul, teriak-teriak. Perahu nelayan terbakar. Mbok Sari berdiri di tengah. “Ini tanda buruk!” katanya. Arga sembunyikan cermin di bajunya. Ia tak mau warga tahu.
Lila tarik Arga ke samping. “Ada yang aneh,” bisiknya. Ia tunjuk pria asing di kerumunan. Berpakaian rapi, tak seperti nelayan. Matanya dingin, perhatikan Arga. “Siapa dia?” tanya Arga. Lila geleng. “Aku tak tahu. Tapi, aku tak suka tatapannya.”
Bisikan Kerang
Malam itu, Arga dan Lila sembunyi di gudang tua. Arga pegang cermin. Kerang berdenyut lagi. Suara Sari muncul, samar. “Cermin itu kunci. Tapi, musuh sudah dekat. Lindungi dia.” Arga menatap Lila. “Aku takkan biarkan apa-apa terjadi padamu,” katanya. Lila tersenyum, tapi matanya cemas.
Tiba-tiba, bayang bergerak di luar gudang. Langkah kaki pelan terdengar. Arga pegang cermin erat. “Siapa di sana?” tanyanya keras. Tak ada jawab. Hanya angin malam bertiup.
Kembali ke Episode 2 | Lanjut ke Episode 4
BERSAMBUNG…
Siapa pria misterius yang mengintai Arga di Pantai Yogyakarta? Akankah Cermin Ombak ungkap rahasia Nyi Roro Kidul lebih dalam? Ikuti kelanjutan petualangan di Laut Selatan!
