Pagi merekah di Desa Arut dengan sinar mentari yang hangat, seolah alam turut merayakan berakhirnya kegelapan yang selama ini menyelimuti desa. Raka, Laras, dan Pak Hasan kembali dari hutan dengan langkah lega, membawa kabar gembira bagi seluruh warga.
Kemenangan Diumumkan di Balai Desa
Di balai desa, penduduk berkumpul, wajah mereka penuh harap dan kebingungan. Pak Hasan berdiri di hadapan mereka, menceritakan bagaimana kutukan yang menghantui desa telah dipatahkan. Suasana hening sejenak, lalu berubah menjadi sorak sorai kegembiraan.
Bu Ratmi mendekati Raka dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Nak. Tanpa keberanian dan tekadmu, mungkin desa ini tak akan pernah bebas.”
Raka tersenyum. “Saya hanya ingin membantu mengungkap kebenaran dan membawa kedamaian bagi desa ini.”
Harapan Baru Laras
Laras, pemandu dan teman setia Raka, menatapnya penuh rasa syukur. “Kamu bisa tinggal lebih lama di sini, Raka. Desa ini membutuhkan orang sepertimu.”
Raka terdiam sejenak, memandang desa yang kini terasa lebih hidup dan cerah. Namun, sebagai jurnalis, panggilan untuk mencari kebenaran dan menceritakan kisah lain masih membara dalam dirinya.
“Terima kasih, Laras. Tapi masih banyak cerita di luar sana yang menunggu untuk diungkap. Namun, Desa Arut dan kalian semua akan selalu ada di hati saya.”
Perpisahan Raka dengan Desa Arut
Beberapa hari kemudian, Raka bersiap meninggalkan desa. Warga berkumpul untuk mengucapkan selamat jalan, memberikan bekal dan doa. Laras menyerahkan kain batik khas desa sebagai kenang-kenangan.
Saat Raka mengendarai motornya menjauh, ia menoleh ke belakang, melihat Laras dan warga melambaikan tangan. Hatinya hangat, mengetahui desa itu kini memiliki harapan baru dan masa depan yang lebih cerah.
TAMAT
Perjalanan Raka di Desa Arut telah berakhir, namun kisah tentang keberanian, pengorbanan, dan pencarian kebenaran akan selalu dikenang oleh mereka yang ditinggalkan.
